Patahkan Mitos Generasi Ketiga
Bermula dari toko kecil yang dibangun Hj Marlien Hadisunaryo di Jl Kusumanegara, Yogyakarta, pada 1972, bisnis ritel yang mengusung nama Flora sangat akrab di benak masyarakat Yogyakarta. Di tangan generasi ketiga, usahanya tidak lantas terhenti, tetapi justru tumbuh tinggi.
”KITA harus bisa mengubah mitos bahwa generasi ketiga itu menghancurkan. Caranya adalah bekerja secara profesional supaya tidak seperti itu,” ujar Alfia Nuriska, cucu pertama Hj Marlien Hadisunaryo.
Alfia masih ingat saat Flora hanyalah toko yang berukuran 5 x 7 meter di sebelah selatan balai kota. Dagangan di ruang kecil itu sangat laris hingga delapan tahun kemudian Marlien bisa memperluas ruang menjadi 5 x 17 meter. Barang-barang yang dijual saat itu adalah busana, pecah belah, alat tulis kantor, makanan, kelontong, dan alat-alat listrik. ”Saya terbiasa berdagang karena sejak kecil ikut jualan,” kata Alfia.
Kemudian, pada 1983, Flora diperluas lagi dengan menambah ruang baru di sebelah barat. Dengan penambahan ruang tersebut, Flora menambah barang dagangan sehingga lebih beragam. ”Ada elektronik, seperti televisi, kipas angin, setrika, radio, kaset, tape recorder, arloji, kalkulator, dan lain sebagainya,” ungkap Alfia.
Pada 1985 Flora merambah usaha konveksi dengan memproduksi sendiri busana muslim, kerudung, perlengkapan ibadah, dan perlengkapan haji. Kali ini keberuntungan masih berpihak pada keluarga tersebut. Dagangan busana itu laris manis bak pisang goreng. ”Saat itu masih jarang produsen busana muslim,” terang Alfia.
Tak cukup sampai di situ, Flora juga memproduksi handuk bernama pada 1985. Handuk itu dibuat dengan sistem alat tenun bukan mesin (ATBM) dan dapat diberi tulisan sesuai dengan keinginan pemesan. Divisi ini diangkat dengan merek Assifatex. Sayang, karena gempa 2006, produksi handuk bernama mati suri.
Saat itu banyak karyawan Assifatex yang terpaksa tidak masuk kerja karena perhatiannya tersedot pada renovasi rumah tinggal masing-masing. Manajemen Flora bisa memahami hal itu. Dengan berhentinya produksi handuk tenun, para karyawan dipindah ke divisi lain. ”Sekarang yang dikembangkan handuk bordir komputer,” lanjut Alfia.
Usaha Flora terus bertambah di tangan generasi kedua. Flora mencoba membuka cabang di Jl KH Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada 1990. Barang-barang yang dijual, antara lain, busana muslim, perlengkapan ibadah, dan perlengkapan haji. ”Tahun 1994 cabang tersebut berpindah lokasi di sebelah baratnya dan berganti nama menjadi Ar-Rossi,” ujar Alfia.
Pada 1999, karena terpanggil untuk memberdayakan ekonomi umat, ibunda Alfia, Latifah, menjadi agen produk multi level marketing (MLM) syariah Ahadnet yang menjual kosmetik, buku, suplemen kesehatan, dan deterjen yang diproduksi produsen muslim. ”Flora juga merambah ke penjualan komputer dan distributor produk-produk home appliance,” tambah Alfia.
Kesuksesan generasi kedua itu diteruskan ke generasi ketiga yang dipimpin Alfia sebagai anak tertua. Ayah Alfia, A.R. Iskandar, mendorong anaknya untuk berwirausaha agar bisa membuka lapangan kerja. ”Kalau semua pengin jadi PNS, lantas siapa yang menampung pencari kerja,” ucap Alfia menirukan ucapan ayahnya.
Alfia yang ditugasi untuk mengelola divisi busana tancap gas dengan membuat gebrakan-gebrakan baru. Selain memproduksi busana muslim, Flora membuat seragam sekolah bekerja sama dengan sekolah-sekolah. ”Jadi, orangtua murid tidak perlu repot menjahitkan baju. Kami sediakan. Itu paling ramai pas tahun ajaran baru,” tegasnya.
Terbaru, Alfia menggagas tren baju untuk orang menyusui. Menurut dia, awalnya tidak ada niat untuk mengomersialkan baju itu. Namun, permintaan pasar tinggi, Alfia percaya diri untuk me masarkannya. ”Awalnya saya buat untuk anak saya, terus dipasang di blog,” cetusnya. (padangekspres.co.id)