Personal & Family Financial Structure
'Buatlah fondasi keuangan pribadi dan keluarga Anda seperti pohon yang memiliki akar yang menghujam ke bumi, batang, dan cabangnya kokoh menjulang ke langit dan Insya Allah Bunga, Daun dan Buahnya ada di setiap musim'
(Hari ‘Soul’ Putra)
Jika saat ini di tangan saya ada benda bernama besi dan yang satunya bernama magnet, maka menurut hukum fisika, besi yang mengejar magnet atau magnet yang mengejar besi? Tentu semua sepakat, besilah yang mengejar magnet.
Jika besi itu saya ubah menjadi uang, sementara sang magnet adalah diri Anda, tentu dengan logika yang sama, uanglah yang akan mengejar Anda. Tetapi kenapa, banyak sekali yang terjadi di masyarakat, manusianya yang mengejar uang. Jika Anda adalah besi, dan uang adalah besi, sampai kapanpun, besi tidak akan bisa menempel ke sesama besi.
Jadi bisa kita simpulkan, kenapa manusia tidak pernah menjadi sejahtera, karena dianya besi dan yang dikejar juga besi. Oleh karena itu, agar diri Anda di kejar besi (baca: uang) maka Anda harus mengubah diri Anda menjadi magnet sejati, agar 'besi-besi' tersebut tertarik kepada Anda.
Selagi Anda masih menjadi 'keluarga besi' maka Anda tidak akan pernah menjadi pribadi dan keluarga sejahtera. Apa itu pribadi dan keluarga sejahtera?
Pribadi dan keluarga sejahtera adalah individu atau keluarga yang bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada, yang tidak panik ketika ada masalah sepelik apapun, dan selalu bersandar pada Positive Believe (keyakinan positif) dan mencari jalan keluar (problem solving). Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah menjadi Keluarga sejahtera?
Keluarga sejahtera adalah keluarga yang memahami akar dari tiga dimensi kehidupan, yakni dimensi personal, dimensi sosial, dan dimensi spiritual. Jika saya ibaratkan seperti sebuah pohon, maka pohon yang baik adalah pohon yang akarnya menghujam ke tanah. Artinya fondasi yang dibangun dari pohon tersebut, benar-benar kokoh.
Dalam konteks keuangan, fondasi ini sering disebut dengan Saving-Insurance-Asset (SIA). Setiap keluarga, harus memiliki emergency fund (dana darurat), yang idealnya adalah 24 kali pengeluaran bulanan.
Misal, jika Anda pengeluaran bulanannya sebesar Rp2 juta, berarti emergency fund yang harus Anda sediakan adalah sebesar Rp48 juta. Jika tidak bisa menyisihkan 24 kali pengeluran, boleh antara 6-12 kali, jika tidak juga, minimal tiga kali pengeluaran bulanan.
Emergency fund ini, bisa dialokasikan dengan deposito, investasi, misal: emas, sebagai hedging (lindung nilai/investasi) dari inflasi dan dana darurat di tabungan. Yang pemakaiannya, dimulai dari tabungan yang ada ATM-nya, jika masih butuh mencairkan emasnya, baru langkah terakhir dengan mencairkan deposito.
Selanjutnya memproteksi dalam bentuk insurance yang sangat diperlukan, misal Asuransi Jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Kerugian terhadap rumah tinggal dll, yang semuanya itu harus sesuai dengan tujuan dan prioritas kita masing-masing.
Selain itu, fondasi yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki aset, baik yang secara ekonomi menurun seperti mobil atau motor ataupun secara nilai ekonomi naik, misal tanah dan properti. Setelah akar kuat, baru memikirkan batang dan cabangnya yang harusnya menjulang ke langit. Ini maknanya kita harus melakukan diversikasi pemasukan dengan empat cara:
1. Competence Business
Kita harus memiliki skill atau keterampilan yang sesuai dengan passion/gairah kita dan talent/talenta atau bakat kita. Caranya dengan menginventarisasi apa saja yang menjadi hobi dan kesukaan kita pada sebuah bidang kerja.
Untuk tahu dan paham, kita harus bertanya pada diri kita, apakah saya sudah benar-benar mencintai profesi saya saat ini? Jika ya, berarti Anda sudah pada track yang benar.
2. Retail Business
Retail Business adalah bisnis atau profesi yang tanpa harus adanya kehadiran kita, tetap bisa berjalan. Misal: kita membuka warung makan Padang. Awalnya mungkin kita benar-benar terjun langsung, seperti membeli peralatan dapur/bahan masakan, memasak, menyajikan hingga melayani pembeli.
Tetapi seiring perjalanan waktu, kita mulai bisa mendelegasikan kepada orang lain atau team kita, sehingga kita bisa berinovasi pada bidang lainnya.
3. Brand Business
Setiap orang, memiliki karakter dan sifat masing-masing. Dikenalnya kita oleh orang lain, biasanya karena sifat dan karakter kita. Misal: Mike 'Leher Beton' Tyson. Dalam arena tinju, seorang juara tinju sejati (dengan merengkuh empat gelar dengan versi berbeda, tidak banyak) salah satunya adalah Mike Tyson. Si Mike Tyson ini, identik dengan lehernya yang keras dan sifatnya yang mudah emosional.
Maka dalam hal tertentu, orang lebih mengenal Si Leher Beton ini sebagai petinju dengan sifat di atas, ketimbang sisi-sisi baik dari dirinya. Kita pun harus memiliki sifat dan karakter yang Walk of Talk, berjalan sesuai dengan kenyataan. Caranya kita harus melepaskan topeng kepribadian kita, dengan tentunya mencari uniqueness dan sifat-sifat positif kita beserta portfolio diri yang sesuai.
Misal, jika saya mendeklarasikan diri saya sebagai seorang penulis, minimal ada satu buku yang sudah pernah saya hasilkan, itu disebut portfolio diri.
4. Network Business
Ini cenderung meminimalisir risiko dengan berbagi kepada orang lain, ada tiga contohnya. Pertama, perusahaan besar (big company). Perusahaan besar ini biasanya berbagi risiko dengan membuat IPO (Initial Public Offering) agar perusahaannya mendapatkan tambahan modal dari masyarakat.
Kedua, dengan menggunakan franchise system (system waralaba), agar risiko kerugian, keuntungan dan pengembangan usaha bisa di share pada pihak lain. Dengan catatan, sudah memiliki System Operating Procedure (S.O.P) yang sudah baku, misal seperti Waralaba McDonald.
Ketiga adalah network marketing/MLM, tempat belajar mengenal dunia usaha dan sekolah kepribadian yang akan membentuk insan-insan pembelajar dan entrepreneur dengan modal minimal. (okezone.com)