Serbuan Network Marketing Asing
Ada properti baru di ruas Jalan Gatot Subroto, kavling 59 A, Jakarta. Namanya, K-Link Tower. Berdiri megah di sebelah Rumah Sakit Medistra, bangunan setinggi 26 meter tersebut makin meramaikan pasar properti gedung tinggi di Jakarta sepanjang tahun 2011 ini. Peluang K-Link Tower untuk menyerap pasar, tampaknya sangat besar. Mengingat jumlah ruang yang disewa sangat terbatas dan juga ada nama-nama besar tenant yang sudah memberikan konfirmasi sebagai daya tarik, antara lain jaringan kedai kopi terkenal, Starbucks.
Yang menarik, gedung yang baru diresmikan pada tanggal 8 Juli 2011 tersebut dikembangkan oleh sebuah perusahaan network marketing, PT K-Link Nusantara (K-Link Indonesia). Gedung pencakar langit bernilai investasi Rp300 miliar ini menjadi gedung pengganti kegiatan operasional bisnis Multi Level Marketing (MLM) K-Link Indonesia, yang sebelumnya menempati bangunan yang tak terlalu tinggi di Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan. Menurut Senior Marketing Manager PT K-Link Indonesia, Djoko Komara, selain untuk mengakomodasi kegiatan internal mereka yang membutuhkan ruang yang lebih representatif, beberapa ruang K-Link Tower juga terbuka bagi penyewa umum.
Tak hanya itu, perusahaan MLM asal Malaysia ini juga memastikan akan membangun pabriknya di Sentul, Bogor. Mereka sudah membeli lahan di kawasan itu seluas 18.000 m2 untuk lokasi pabrik. K-Link Internasional, induk K-Link Indonesia, akan merelokasi pabrik dari Malaysia ke Indonesia secara bertahap hingga 2014, dengan investasi awal Rp280 miliar.
“Setelah lebih dari 10 tahun beroperasi di Indonesia, K-Link memutuskan untuk melakukan investasi pembangunan sentra produksi di Sentul, Bogor, Jawa Barat,” kata Presiden Direktur K-link Indonesia MD Radzi di sela-sela peresmian K-Link Tower.
Relokasi pabrik dilakukan karena lokasi Indonesia yang sangat strategis untuk ekspor ke negara-negara di kawasan ASEAN. “Ongkos produksi dan bahan baku di Indonesia juga dinilai relatif lebih murah dibandingkan Malaysia,” ujar Radzi sembari mengatakan, pabrik tersebut akan memproduksi jenis suplemen makanan dan minuman seperti UIE K-Liquid Chlorophyll, Gamat, Kinotakara dan K-Liquid Organic Spirulinae. Pabrik itu juga akan memberi lapangan kerja kepada 1.000 orang.
“Nantinya bukan hanya di pasarkan dalam negeri tapi bisa ekspor juga,” jelasnya. Radzi berharap, dengan membangun gedung mewah dan pabrik milik sendiri, K-Link Indonesia bisa menjadi pemain terdepan bisnis MLM di Indonesia.
K-Link hanyalah satu perusahaan dari puluhan perusahaan MLM/DS asing di Indonesia yang mengapresiasi keinginan pemerintah. Seperti diketahui, tahun 2008 silam, Pemerintah (c/q Kementerian Perdagangan) sudah mengumumkan keinginannya untuk memperbesar porsi investasi asing dalam sektor penjualan langsung guna menarik investasi besar dan mencegah permainan uang (money game).
Kami akan memberi peluang investasi asing lebih besar dari saat ini yang sekitar 40an persen saja porsinya,” kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (ketika itu), Subagyo.
Menurutnya, dengan terbukanya investasi asing lebih besar, maka investasi itu akan bersifat permanen. Dengan memperbesar investasi asing maka perusahaan yang masuk ke Indonesia merupakan perusahaan MLM berskala besar. “MLM itu memang suatu kegiatan bisnis yang harus dijalani secara serius dan butuh modal besar. Karena investasinya besar maka seharusnya tidak mudah untuk keluar lagi. Selama ini mudah masuk tapi juga cepat keluarnya”.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga pernah mengatakan ada upaya pemerintah untuk meningkatkan ketertarikan asing berinvestasi di dalam negeri mengingat jenis usaha penjualan langsung (direct selling, termasuk di dalamnya MLM) mampu mengembangkan bisnis kecil dan mendorong masyarakat untuk belajar berwirausaha. “Dalam Perpres (tentang daftar negatif investasi) dan itu selalu disempurnakan, Kementerian Perdagangan mengusulkan investasi asing (untuk perusahaan MLM/DS) dinaikkan ungkin dari 60% ke 75%,” kata Mari.
Sesuai dengan instruksi Perpress No. 111/207 tentang daftar negarif investasi (DNI) asing hanya boleh memiliki maksimal 60% modal dalam satu perusahaan penjualan langsung di Indonesia. Sebelumnya, asing dilarang menanamkan modalnya secara langsung di perusahaan penjualan langsung di Indonesia.
Keleluasaan investasi asing di bisnis penjualan langsung juga diakomodir pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/PER/9/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung. Peraturan ini antara lain menyebut soal modal investasi. Perusahaan yang ada modal langsung dari asing, minimal harus memiliki modal investasi paling sedikit Rp5 miliar. Modal itu pun tidak boleh sepenuhnya dari modal asing, melainkan harus hasil gabungan modal dengan pengusaha lokal dengan porsi maksimum 60% asing dan 40% modal lokal.
Para pelaku bisnis MLM/DS sendiri tak keberatan dengan ketentuan itu. Ketua Bidang Komunikasi Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Widarto Wirawan tak mempersoalkan besarnya modal untuk asing tersebut. “Akan seakin memperketat penerbitan SIUPL,” kata Widarto.
Rifa Lazuardi, Head Of Media Relation PT Citra Nusa Insan Cmerlang (CNI), juga menyambut baik. “Persaingan akan semakin ketat,” kata Rifa.
Penambahan modal tadi, kata pemerintah, dimaksudkan juga untuk memperketat agar nantinya tidak terjadi penyalahgunaan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) untuk penipuan. Maklumlah, banyak sekali perusahaan yang mengatas namakan perusahaan MLM/DS, tapi dalam praktiknya melakukan money game, yang memang dilarang di Indonesia.
Dalam peraturan Menteri Perdagangan lainnya, yakni Permendag No.55/2009 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan SIUPL disebutkan, SIUPL diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ini menjadi bukti bahwa saat ini pemerintah sudah “membuka tangan lebih lebar” kepada perusahaan MLM/DS asing berinvestasi di Indonesia. “Permohonan surat izin usaha penjualan langsung (SIUPL) di BKPM selalu ada. Kita rapat di BKPM setiap minggu, permintaan antre,” kata Ketua APLI Helmy Attamimi.
Helmy mengungkapkan, pendaftar SIUPL umumnya adalah pemain MLM/DS asing. Saat ini, pemain asing bisa menguasai 95% saham perusahaan MLM/DS, sebelumnya asing hanya boleh masuk joint venture bersama lokal dengan porsi saham maksimal 40%. “Sehingga asing tertarik. Seminggu sekali banyak yang masuk lokal maupun asing,” ungkapnya.

ASING Vs LOKAL
Dari ratusan perusahaan MLM-DS yang ada, sebagian diantaranya merupakan representasi (perwakilan) perusahaan sejenis di negara asalnya, misalnya Amerika Serikat (Amway, Herbalife, Synergy Wordl Wide, Melilea, Tupperware, Forever Living Product, Nu Skin, Qnet, Tahitian Noni, Sun Hope International, dsb); China (Tiens/Tianshi, Chi, Jimon, Health Wealth International, Tasly, Huad Dong International, dsb), Malaysia (ATM), Luxor, K-Link, Zhulian, Elken, Melia Nature, Perfect, Cosway, Uptrend, dsb), Swedia (Oriflame), Selandia Baru (Goodhealth, Smart Naco).
Mengapa pasar Indonesia begitu menarik bagi perusahaan network marketing asing ini? “ Untuk wilayah Asia Pasifik, market Indonesia bukan hanya terkenal dan penting, bahkan di seluruh dunia. Indonesia adalah market yang luar biasa besar dengan para disbributor yang memiliki jaringan yang sangat dewasa,” ungkap Peter Li, CEO TIENS Asia Pasific.
Hal inilah yang menjadikan Indonesia market nomor satu di Asia Pasifik. “Di Asia Pasifik ada 30 negara, Indonesia pertama, kedua India. India akan menjadi pesaing Indonesia, karena disana marketnya juga cukup baik. Selanjutnya, Vietnam, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, Srilanka, Thailand, Taiwan dan Hongkong,” sambung Li.
Ungkapan senada juga datang dari pihak Jimon World dan K-Link. “Dipilihnya Indonesia sebagai negara tujuan investasi Jimon Group bukan tanpa pertimbangan matang. Jimon Group melihat betapa besar potensi pengembangan pasar di Indonesia," ujar Guo Hong Jie, President Director Asia Pasific PT Jimon World Indonesia.
“Pasar Indonesia begitu menggiurkan bagi kami, sayang kalau tidak digarap dengan serius. Keseriusan kami itu, antara lain dengan merelokasi pabrik kami dari Malaysia ke Indonesia,” papar Presdir K-Link Indonesia MD Radzi yang menargetkan tahun ini anggota K-link mencapai 5 juta orang.
Longgarnya regulasi yang mengatur MLM/DS asing, nampaknya yang membuat pemain asing tertarik mencoba pasar Indonesia. Maklumlah, angka pertumbuhan bisnis jejaring ini di Tanah Air sepanjang tahun 2010 diperkirakan tumbuh 20 persen. Lihat saja angka yang dipaparkan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Bila tanun 2009 omzet bisnis MLM/DS mencapai Rp7,5 triliun, naik menjadi Rp8 triliun di tahun 2010. Tahun ini diperkirakan pertumbuhannya 20%.
Helmy mencatat, dari 60-an perusahaan penjualan langsung yang masuk APLI, di dalamnya ada perusahaan asing dan lokal. “Memang asing lebih sedikit, tapi dari omzet justru lebih banyak,” katanya lagi.
Seorang praktisi dan pengamat MLM yang tak mau disebut namanya, mengatakan kondisi di atas tentunya sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, khususnya para pemain/perusahaan MLM/DS lokal yang diharapkan menjadi salah satu solusi sumber pendapatan dan peningkatan kesejahteraan bagi bangsa dan negara ini.
Kita memang tidak bisa menutup mata dari sekian banyak berdiri perusahaan MLM/DS lokal, hanya sedikit yang benar-benar memiliki sistem dan konsep yang baik serta benar-benar dikelola atau dijalankan secara profesional, ditambah lagi dengan masih maraknya perusahaan MLM lokal yang secara diam-diam menjalankan praktek-praktek money games, arisan berantai atau sejenisnya,” ujar penggiat MLM lokal ternama ini.
Namun, katanya lagi, kita semua harus tetap optimis, karena ternyata masih ada MLM/DS lokal yang benar-benar memiliki sistem dan konsep yang sangat baik serta dikelola secara profesional, memiliki misi-visi yang jelas untuk bisa menjadi perusahaan network marketing global rasa lokal yang disegani. (majalah DUIT! hal 16-19 ed. 9/VI/SEPTEMBER 2011)